By. Muhrodin “AM”*
***
Adakah kasih sayang seindah syurga yang engkau suguhkan untuk
Putra-putrimu? Kasih sayang yang tulus dari seorang Ayah, sang pahlawan dalam
hidup yang penuh terjal dan berliku. Ayah, itu sosokmu. Jasamu tak akan mungkin
dapat terbalaskan, meski seribu gunung kupersembahkan dan sejuta bintang aku
berikan.
Hanya untaian
do’a suci, dalam setiap sujud tahajjudku, yang dapat kusematkan untuk Ayah yang
jauh diseberang samudera.
“Allohummaghfirli dzunubi wali waalidaya warhamhuma kamaa
robbayani soghiro…”.
Dalam diam, Aku mengagumi sosok seperti Ayah. Kasih sayang yang
Ayah berikan, tanggungjawab yang Ayah lakukan, segalanya, membuat aku harus
berpikir seribu kali tiap akan membantah kata-katanya.
Sayang, Ayah terlalu banyak diam
tiap kali kami melakukan kesalahan. Ananda mengerti, Ayah adalah orang yang
tegas setiap memberikan keputusan, dengan segala kasih sayang dan rasa sabar
yang ayah berikan, Ananda semakin segan jika harus berbagi masalah dengan Ayah.
Ananda
mengerti, Ayah tak akan pernah membiarkan kami dalam kesusahan. Entah bagaimana
dan dalam keadaan seperti apa, Ayah akan selalu berusaha memberikan yang
terbaik untuk Putra-putrinya.
Seperti waktu kala, Ayah tengah memanggil ananda untuk sekedar
bermusyawarah tentang masalah sekolah. Kupahami, seperti telah menjadi suatu
tradisi tak tertulis dalam keluarga kami, setiap ada sesuatu yang menurut Ayah
penting dan perlu untuk dimusyawarahkan, maka, Ayah akan memanggil
Putra-putrinya untuk membahas dan mencari jalan tengahnya.
Entah bagaimana caranya…
Sebelumnya, telah kupahami. Ayah
melarangku untuk melanjutkan sekolah keperguruan tinggi. Melihat keadaan
ekonomi keluarga kami yang morat-marit, harus mengurus kebutuhan kakak-kakakku,
kupikir Ayah seperti tak mampu untuk membiayaiku. Namun, keinginanku untuk
melanjutkan sekolah begitu kuat. Apapun alasannya, aku harus sekolah.
Itu tekadku, namun terkadang aku
berpikir, aku terlalu kejam. Ayah yang telah mendidikku hingga kini,
menyekolahkanku hingga lulus SMA, aku masih bergantung, bahkan memaksa agar
Ayah tetap mau membiayai sekolahku.
“Untuk satu tahun ini, kamu
sekolahnya berhenti dulu. Besok kalau Ayah sudah mempunyai risky, kamu pasti
bisa meneruskan sekolah lagi”. Ayah berkata penuh kasih sayang.
Tapi aku, tak kuasa tuk menahan
tangisku.
“Ananda ingin terus sekolah, Ayah…”.
Egoku dulu sebelum aku benar-benar mengerti akan pengorbanan dan perjuangan
seorang Ayah.
Semua itu adalah yang terbaik
untukku, namun aku, terlanjur telah dikalahkan oleh hawa nafsu dan oleh egoku.
Aku memaksa Ayah hingga Ibu akhirnya yang tak tega melihat putranya terus
tertekan dalam keterpurukan.
Ayah hanya diam, dulu hingga kini,
sifat Ayah tak pernah berubah. Separah apapun kami menyakiti Ayah, namun Ayah
tetap sayang dan terus bersabar dalam mendidik kami.
Tahukah kalian sobat…
Bagaimana sosok ayah mencari nafkah
untuk membiayai hidup dan sekolah kami. Sejak pagi buta hingga petang datang
menyapa, Kantor ayah adalah ‘ladang pesawahan’, kerja keras Ayah hingga
bercucuran keringat karena sengatan panas sang surya, bahkan gemuruh dan
guyuran air hujan tak pernah Ayah hiraukan.
Semua itu demi keluarga kami…
Ayah tak pernah alpa ataupun libur,
seperti Anak-anak sekolah ataupun pegawai kantoran. Ayah akan pulang jika waktu
tengah beranjak, matahari lurus tepat diatas batas cakrawala.
Istirahat sejenak, untuk
melaksanakan ibadah sholat dzuhur, dan kembali lagi bekerja, dan begitulah
seterusnya…
Ayah mau istirahat dirumah, jika
memang keadaannya tak memungkinkan untuk tetap bekerja, atau kata lain, –Ayah
tengah sakit-. Itupun ibu yang memaksa agar Ayah tetap menjaga kesehatannya.
Dimataku, Ayah adalah sosok pahlawan
tanpa tanda jasa. Yang mencurahkan segalanya, namun tak pernah meminta Apa-apa.
Hanya untain do’a, yang Ayah harapkan dari Anak cucunya, agar kelak kami dapat
berkumpul kembali ditempat keabadian yang telah Allah ridloi.
Kasih sayangnya bagai samudera luas,
yang tak pernah sirna untuk Putra-putrinya hingga akhir nanti, hingga esok,
kami akan dipertemukan kembali disyurga-Nya yang abadi…
Ayah, ini janji kami. Meski mungkin
kasih sayang Ayah tak akan pernah bisa terbalaskan, namun kami akan tetap
berusaha memberikan yang terbaik untuk Ayah. Untain do’a suci kami selalu
menyertai Ayah…
Kebahagiaan dan senyum Ayah, adalah
satu dari seribu harapan yang terpatri dalam diri ini. Untuk Ayah tercinta,
sosok pahlawan tanpa tanda jasa.:).
*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi Cerpen "Kepada Ayah #6" - Penerbit Harfeey 2013
0 komentar:
Posting Komentar