By. Muhrodin “AM”*
***
Di
tepi Serayu, kunikmati hembusan angin senja yang menerpa tubuhku tanpa dirimu.
Kulihat sang surya
mulai tenggelam di antara bayang-bayang langit yang mulai menghitam. Perlahan,
kenangan bersamamu hadir merajai segala pikiran dan kekosongan hatiku...
“Aku mencintaimu...”
katamu waktu itu seraya menenggelamkan kepalamu kedalam dada bidangku. Aku tak
cukup mengerti kenapa waktu itu Akupun
begitu mencintaimu. Bodoh sekali!
~ ~ ~
Kita
saling berbagi, tertawa, menghabiskan sisa senja di tepi Sungai Serayu yang
menjadi saksi bisu akan cintaku padamu. Namun kini semuanya berakhir sudah, Kau
telah pergi bersama Dia, orang yang telah kau cintai, dan rela meninggalkan aku,
orang yang mencintaimu lebih dari siapapun yang dicintai.
Aku tenggelam dalam
kesedihan yang mendera hatiku, batinku terluka, kasih sayang dan ketulusan
cinta yang kuberikan untukmu ternyata kau balas dengan kepedihan yang mampu
meluluhlantahkan jiwaku.
Aku menyesali
kebodohanku, karena telah setia kepada wanita yang jelas-jelas mengkhianatiku.
Kucoba
menatap langit di penghujung senja, menumpahkan segala beban yang tercipta di antara
hati yang terluka. Aku lelah dengan segala rasa yang tak seharusnya ada di antara
kita. Biarlah Aku hidup tanpa cintamu, ‘kan kucoba diri ini untuk melupakan
segala kenangan indah bersamamu. Aku percaya, Aku akan mampu untuk bernapas
tanpamu.
~ ~ ~
Kita
tercipta memang bukan untuk bersama, Aku dijalanku, dan kau... telah memilih
jalanmu sendiri bersama orang yang kau cintai, dan itu bukan aku!
Cukup lelah aku
mencintaimu, menjaga kesetiaan ini hanya untukmu, namun kau tetap tak bisa
menghargai akan perasaanku. Aku memang jauh dari sempurna, tak bisa memberikan
Apa-apa yang kau minta, tapi aku punya cinta. Hanya kesetiaan cinta yang dapat
kusematkan, namun kau anggap itu semua tidak ada artinya.
~ ~ ~
kini,
aku mulai mencoba untuk bernapas tanpamu. Daripada harus mati secara
perlahan-lahan karena cintamu yang tak pantas untuk kudapatkan.
Aku bukan dia yang
bisa memberikan segalanya, aku bukan dia yang mampu membius setiap orang dengan
rayuan gombalnya, dan aku buka dia yang selalu membuatmu tertawa, hingga kau
melupakan aku bahkan telah mencampakkanku begitu saja.
Tapi, aku hanya
manusia biasa, sebatas memiliki kesetiaan dan cinta yang akan aku berikan
teruntuk Bidadari Syurga yang mampu mengerti dengan segala kekurangan dan
kelebihannya, dengan segala beda yang tercipta di antara manusia. Bidadari yang
mampu menerima aku dengan apa adanya.
Biarlah aku bernapas
tanpamu. Meskipun dulu kita pernah mengikat sebuah rasa, tapi tidak untuk
selamanya.
~ ~ ~
Meski
jujur kuakui, aku masih mencintaimu, dan aku sakit tiap kali harus melihatmu
bersamanya. Bercanda, tertawa, hingga hatiku semakin terluka.
Mungkin teramat sulit
bagiku untuk melupakanmu, seperti halnya aku harus bernapas tanpamu. Rasa ini
sungguh sulit untuk kusingkirkan, apalagi harus kumusnahkan.
Tapi, bukan diriku
jika masih mau terus terpuruk dengan kesakitan, dan itu bukanlah aku, jika
masih mau tenggelam dalam kesedihan yang tak berkesudahan.
Aku, dengan segala
rasa yang kumiliki, percaya bahwa esok akan ada keindahan dan kebahagiaan
untukku, di hari baru aku akan mulai mencoba tuk bernapas tanpamu.
~ ~ ~
Sang
surya benar-benar telah tenggelam keperaduaannya. Aku masih duduk termenung di antara
bebatuan yang berada di tepi Sungai Serayu.
Dalam diam,
kusempatkan tanganku untuk menggenggam sebuah batu hitam dan siap kulemparkan
jauh-jauh ke tengah sungai hingga tenggelam bersama kenangan yang selama ini
telah bersemayam. Kenangan yang telah menorehkan luka di lubuk hati yang paling
dalam.
“Selamat tinggal,
kenangan...” bisikku dalam hati, sebelum aku benar-benar beranjak pergi.
~ ~ ~
Senyum getir mewarnai
hatiku. Biarlah Aku bernapas tanpamu...
Karena cinta suciku,
hanya pantas kuberikan kepada wanita yang telah Allah ciptakan dari tulang
rusukku, dan itu bukan kamu! ...
The End...
“Al-ihya’ Ulumaddin,
12 Oktober 2012”
0 komentar:
Posting Komentar