Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

17
April

By.  Muhrodin “AM”*

 
            Sudah hampir dua tahun ia memijakkan kaki di tanah jawa ini, tak sedikit kenangan telah membuatnya lebih mengerti dan memahami akan arti hidup dalam sebuah perantauan.
Masih sangat jelas terngiang dalam benaknya, ketika dulu ia harus berangkat ke tanah jawa. Setelah ia menginjak semester gasal di sekolah-nya dulu ia belajar. Mts N Lubuk Mukti, Muko-muko, Bengkulu.
Setelah kejadian Na’as malam tahun baru itu, -yang menjadikannya harus kehilangan satu jari kelingkingnya-, kedua orang tuanya menginginkannya untuk segera ke P-e-s-a-n-t-r-e-n.
            Dengan berbekal keikhlasan, ia berangkat ke tanah jawa bersama Ayah-nya. Merajut mimpi yang baru.  Demi perubahannya, demi cita-cita-nya, demi kebahagiaan ke dua orang tuanya yang telah menyayanginya.
            Hari itu, satu minggu sebelum Ramadhan. Ia dan teman-teman-nya yang berasal dari Kota Bengkulu akan kembali sejenak melepas rindu. Berkali-kali orang tuanya mengingatkan agar berhati-hati dalam perjalanan nanti. Rasanya ia dan kedua orang tuanya sudah tak sabar ingin bersua ; melepas rindu setelah sekian lama tak bertemu.
            Namun kenyataan tak selalu indah dengan harapan…
            17 Ramadhan, ia harus kembali ke Pesantren lagi. Ia begitu sedih ; batinnya menangis. “Ya Allah… apa dosaku, hingga aku harus kembali lagi ke tanah jawa. Aku begitu ingin merasakan Idul Fitri bersama keluarga…”.
Jerit hati-nya ketika ia benar-benar harus kembali ketanah jawa sebelum Idul Fitri datang menyapa.
***
Ia menyadari, semua itu memang bukan tanpa alasan. Orang tuanya menyuruh ia untuk kembali lagi ke Pesantren karena lagi-lagi ia berbuat K-e-s-a-l-a-h-a-n.
Awal harap dari kedua orang tuanya adalah ia mampu memberikan kebanggaan buat mereka, berakhlak mulia dan selalu patuh dengan segala apa yang telah dititahkannya. Namun ternyata ia belum mampu sepenuhnya untuk melaksanakan keharusan itu. Hingga pada waktu yang telah membuatnya lupa, ia harus merasakan akibat dari sebab yang telah dirangkainya.
Tak ada asap tanpa api. Pernahkah Kau mengerti?, Bahwa setiap masalah pasti ada sebab musababnya. Seperti halnya masalah yang lagi-lagi harus ia terima kepahitannya. Orang tuanya kembali merasakan lelah melihat putra-nya harus terus-terusan melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan.
            Beberapa hari yang lalu, ia meminta kepada kedua orang tuanya untuk dibelikan Sepeda Motor Satria F. Namun setelah mereka mengabulkan permintaan Putranya, ia lupa waktu ; Selalu bermain dan pulang hingga larut malam. Itu bukanlah hal yang disukai orang tuanya, hingga ketika kesabaran telah pada puncaknya, amarah itu tak lagi dapat untuk sekedar dibendungnya, Ayah dan Ibu-nya begitu murka, hingga cacian yang mungkin tak seharusnya terurai ternyata termuntahkan juga menjadi untaian kata-kata yang mencipta sayatan luka.
“Am, Jika kamu masih terus-terusan pergi hingga lupa waktu. Lebih baik kamu kembali lagi ke Pesantren! Ayah sudah lelah memikirkan tingkah kamu yang tak pernah berubah! Di-pondok-kan sungguh-sungguh, bukannya memiliki akhlak yang baik, tapi kamu malah sama saja seperti dulu ; tak pernah berubah! Besok, kamu  kembali saja ke Tanah Jawa!”. Nasihat pedas Ayah-nya ternyata bukanlah main-main belaka.
Hingga akhir cerita-nya ia harus kembali ke Pesantren lagi. Menguntai air mata dalam sedu yang tak tau dimana harus bermuara…
Dan, tak hanya sekedar itu yang membuat hatinya semakin tergugu. Tapi terlebih karena kata-kata ibunya yang terasa seperti sayatan sembilu.
“Sumpah!, aku tak pernah memiliki anak yang bernama Amri”. Sungguh, kata-kata itu terasa begitu menyakitkan. Tapi Ia hanya bisa pasrah, karena Asap itu tercipta tersebab api yang telah ia nyalakan sendiri…
Seringkali diam-diam ia tak berpuasa, dan selalu saja ia pulang ketika malam tengah meraja…
“Ayah, Ibu… Maafkan Putramu… semua ini memang salah anakmu yang selalu mengecewakan Ayah dan Ibu… tapi, dimalam yang Fitri ini, izinkan putramu merasakan kembali dekapan kasih sayangmu ; merasakan kesejukan telaga maaf dan keridhoan dari hati sucimu”.
Untaian kata maafnya bersama linangan airmata, ketika malam Idul Fitri tengah menyambutnya…

PPAI, 21082013*
Sumber : Malaikat Kecilku yang tengah merajut mimpi.

Amry Yusroni*


*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi Cerpen "Ayah, Ibu, Maafkan Aku" - Ae Publishing 2013

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

salju

Blog Archive