By.
Muhrodin “AM”*
***

Aku lalai, Tuhan…
Dalam jelaga nista yang tersemat
dalam hati yang durjana, hamba menguntai do’a pada Tuhan yang karena Dia-lah
segala yang ada dan yang tiada telah terangkum dalam kamus kuasa. Hamba, yang
berselimut dosa, dengan segala kerendahan hati yang telah ternoda, tak pernah
lelah dalam meminta ; Tuhan, Ampunilah segala dosa-dosa yang telah menemani
tiap langkah ini, tiap hembus nafas ini, tiap segala apa yang telah menjadikan
hamba semakin nista diantara hulubalang Tuhan yang senantiasa melaksanakan
perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya…
Hamba ; Hulubalang Tuhan…
Aku tak tahu, apa hendak yang ‘kan
kutorehkan dalam lembar kertas penuh debu ini, selayak hamba yang pada tiap
hembusan nafas dijiwa adalah dosa, noda dan nista…
Hanya renungan ilusi yang menemani
senjaku pada tepian temaram malam ini. Selebihnya mungkin titian masa depan dan
penyesalan yang tiada berperi, sebab dalam hidup yang terpatri hanyalah dosa
dan nista yang mungkin tiada terampuni, dan yang pantas untuk menempatkanku
mungkin hanyalah neraka paling jahannam, hingga Tuhan dapat memberikan ampunan
bagi hamba hingga akhir masa kehidupan, yang sekali lagi mungkin itu adalah
sebuah rahmat dan anugerah paling istimewa dari Tuhan yang tak ‘kan pernah
mungkin untuk kudustakan…
Allah yaa Rabb…
Hamba
tak hendak meminta lebih, hanya ampunan dan keridloan-Mu yang senantiasa
kuharapkan dalam menemani tiap derap langkah hidup di Dunia fana ini, seperti
sayatan sembilu tiap kuingat lagi dan lagi akan dosa bertabur nista yang tengah
mendera sebagian hati yang terasa mati ; Hamba bersimpuh dalam untaian air
mata, dan hanya mengharap ampunan dari-Mu, Tuhan… Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang…
Hamba; Sang Pendosa…
Ah, naïf sekali rasanya. Sesiapa hamba yang
tercipta, mungkin tak akan pernah ada yang meminta ia akan bersama jilatan api
neraka dan sengatan ular berbisa dalam keabadian yang bernama Neraka. Tapi,
sesiapa pula yang hendak menjamin dirinya untuk bersih dari segala dosa dan
nista dalam tiap menjalani kehidupan di Dunia, tak terkecuali yang berkata
dalam tiap untainya adalah jalan menuju telaga nista bersama air mata. Tapi,
sekali lagi… itu bukanlah inginku, Tuhan… Hamba dengan segala nista dan dosa
yang tercipta, selalu berharap akan ampunan dan keridloan-Mu, hingga akhir dari
muara kehidupan ini adalah Syurga-Mu yang Abadi…
Tuhan,
dalam telaga Nista, Hamba merindu akan dekapan cinta kasih sayang-Mu… Hingga
nanti kuterlelap bersama mimpi paling indah, sebab kidung cinta yang tercipta
begitu syahdu, selayak air terjun dalam taman syurga yang penuh cinta dan
keindahan ; yang keindahannya sungguh tiada terbantahkan.
Hamba ; Dalam Nista dan Dosa, Keridloan
Tuhan adalah yang utama…
Sejak
bumi diciptakan, Tuhan telah merencanakan dimana hamba akan di tempatkan. Dan
jawaban paling nyata untuk hamba yang penuh nista adalah… Kupasrahkan segalanya
pada-Mu, Tuhan… Hanya Pada-Mu… selebihnya, keridloan-Mu yang selalu kurindu,
meski kutahu, tak sepantasnya hamba meminta akan hal itu. Namun, izinkanlah dalam
dzikirku, dalam taubat hambamu, merasakan cecap manis dan kesejukan hati dalam
telaga bening-Mu… dalam Syurga-Mu…
PPAI,
03072013*
*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi Cerpen "Cerita dan Sujudku dalam Ramadhan" - Ae Publishing 2013
0 komentar:
Posting Komentar