By. Muhrodin “AM”*
Sebatas anganku, menjadi penulis muda yang
diperhitungkan negeriku
tercinta. Karena latar belakang keluargaku yang jauh dari kaya, namun melihat
realita kehidupanku yang penuh gemerlap dunia.
Terkadang
aku mengumpat, “kenapa aku harus dilahirkan dari keluarga miskin yang tak
punya? Kenapa tidak dari kalangan keluarga elit saja? Kenapa?”
Aku
tersadar dari pikiran yang tak seharusnya melintas dalam benakku… kufur nikmat!
Bukan,
aku tak mau menjadi orang yang dikatakan seperti itu, namun terkadang realita
ini benar-benar telah menghimpit duniaku dan melucuti kesabaranku.
“Ayah,
Ibu… maafkan anakmu, bukan maksudku untuk selalu berbohong demi untuk
mendapatkan uang saku setiap ke sekolah,
namun kesabaran yang belum terpatri
untuk menjalani realita hidup ini. Aku berjanji, suatu saat nanti aku akan membuktikan
kepada Ayah dan Ibu, bahwa aku
adalah anak yang berbakti dan bertanggung jawab. Aku akan menjadi anak yang
berguna bagi nusa, bangsa dan agama, agar Ayah dan Ibu bangga juga tidak merasa
sia-sia telah mendidikku hingga akhir batas usia.”
Sungguh
hatiku sangat tertekan, ketika kepala sekolah mengirimkan surat pemberitahuan
itu. Ayah dan Ibu sangat marah setelah mengetahuinya, kalau aku ternyata memiliki
tunggakan SPP selama enam bulan.
Mereka
shock.
“Dari
mana Ayah bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk melunasi SPP mu Adil,?
Setiap bulan Ayah sudah memberikan uang untuk membayar SPP, tapi kau kemanakan
uang itu?”
Ayah
sangat marah kepadaku. Aku tahu Ayah dan Ibu sangat sedih dengan semua itu, dan
sebenarnya Akupun tak tega melihat mereka yang semakin terpuruk dalam
kemiskinannya karena ulahku. Namun semuanya sudah terlanjur, nasi sudah menjadi
bubur.
Uang
SPP selama enam bulan aku gunakan untuk menyalurkan hobby-ku. membeli buku
tentang sastra, dan sebagian lagi untuk jajan dan jalan-jalan bersama
teman-teman sewaktu liburan.
Namun
dalam hatiku, Aku telah berjanji bahwa Aku akan mengganti uang SPP itu dengan
caraku.
Mungkin
terasa sulit untuk mendapatkan uang yang jumlahnya tidak sedikit, namun Aku
akan terus berusaha dan berusaha demi untuk sebuah janji dan bukti yang tak
boleh kuingkari dan harus kupenuhi.
***
Setelah liburan kenaikan kelas,
sekarang Aku kelas IX, Aku harus mulai berpikir dewasa, bertindak dan
bertanggungjawab dengan semua yang menjadi pilihan terbaik untuk diriku.
Berawal dari hobby menulisku, Aku sering mengikuti berbagai perlombaan karya
tulis, semacam cerpen atau puisi. Meski sejauh ini aku selalu gagal, namun
bukan berarti semua itu membuatku merasa putus asa, malah menjadikan Aku
semakin ingin mendalami dunia sastra.
Suatu
waktu, Rizky, temanku. Memberitahukan bahwa disekolah akan ada lomba karya
tulis cerpen dalam memperingati hari anak nasional. Akupun langsung meminta
info selengkapnya dan setelah itu berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan
sebuah karya yang akan aku ikutsertakan dalam perlombaan itu.
Meski
aku tahu, banyak teman-teman yang juga ikut perlombaannya, namun aku yakin,
disinilah waktunya Aku akan menepati janjiku, menebus kesalahanku kepada kedua
orang tua, kepada diriku sendiri, dan kepada semuanya.
Tepat
dua minggu setelah
deadline. Pengumuman lomba cerpen yang dinilai oleh Bapak kepala sekolah dan
Bapak guru mapel bahasa Indonesia pun
dipajang di mading
sekolah.
Semua
siswa-siswi berebut untuk melihat deretan nama-nama yang terpampang menjadi
jawara dan nominator, ada lima belas nama nominator terbaik dan tiga jawara
yang terpampang di sana,
yang nantinya cerpen-cerpen mereka akan dibukukan dalam antologi cerpen anak
Indonesia.
Kutelusuri
dari deretan nama paling bawah, ternyata tidak ada namaku di sana. Hingga hatiku
semakin gelisah dan jantungku berdetak semakin kencang.
Namun,
saat membaca deretan nama nomor satu, mataku terbelalak lebar. Aku masih tak
percaya, ada namaku tertera di sana
‘Adilla Saputra’. ada rasa haru dan bahagia menyeruak dalam istana jiwa. Seketika
aku bersujud, melafalkan tahmid sebagai rasa syukurku kepada Allah SWT yang
telah menjadikan Aku sebagai sang juara dan telah membuktikan janjiku kepada
kedua orang tua.
Rizky
menghampiriku dan memberikan ucapan selamat untukku.
“Selamat
ya Dil, semoga bermanfaat dan terus semangat dalam berkarya”…
Aku
begitu terharu mendengarnya, dan sungguh, rasanya aku sangat bahagia.
------00—00-----
0 komentar:
Posting Komentar