By. Muhrodin “AM”*
***

Sinta adalah salah satu dari seribu wanita yang
tergila-gila kepadanya, sejak pertama melihat Rama, ia begitu mengaguminya; Ia telah
jatuh cinta…
“Ini buat kamu,” tiba-tiba Rama memberikan buah mangga
dengan tangkainya, membuat Sinta terdiam tanpa kata. Itu adalah awal pertama
Sinta bisa bersapa dengan Rama, rasanya ia sangat bahagia…
***
Berbagai upaya telah Sinta lakukan untuk sekedar
mendapatkan perhatian dari Rama. Mulai
dari cara yang paling elegan sampai cara yang paling norak. Hingga hitungan
tahun, Sinta masih tetap mengagumi sang pangeran tak berkuda.
Di sekolah. Acara kelulusan kelas diisi dengan seni
tari dan drama romance. Guru seni menunjuk Sinta untuk menjadi pemeran utama
sebagai Sinderella dalam Cerita Putri Salju dan Tujuh Kurcaci.
“Dari awal, kamu sudah berhasil, Sinta.” Rama sudah
mengetahui kalau Sinta telah melakukan
berbagai upaya untuk mendapatkan perhatian darinya, dan dari awal-pun Rama
telah jatuh cinta kepada Sinta. Namun Sinta tak pernah menyadari akan hal itu.
Ini adalah langkah kesepeluh bagi Sinta untuk
mendapatkan perhatian Rama. Setelah acara PenSi berakhir, Sinta memberanikan
diri menemui Rama untuk memberikan setangkai mawar putih sebagai ungkapan rasa
cintanya.
“Aku hanya
ingin jujur, bertahun-tahun aku telah memendam perasaan ini, bertahun-tahun aku
mengharapkan perhatian dari Kak Rama, sekarang aku ingin bilang, kalau aku
jatuh cinta sama Kak Rama,” dalam gugup, Sinta menanti jawaban dari Rama
“Maaf, Sinta…” Rama menunjuk saku baju Putih
Abu-abunya. Disana tertera sebuah kata ‘Rani Love Rama’.
Duarr. Serasa mati berdiri Sinta mengetahuinya,
ternyata beberapa menit yang lalu, Rama telah resmi pacaran dengan Rani; rasanya
sakit sekali…
Sebenarnya Rama begitu tak tega melihat Sinta kecewa,
tapi semua itu memang harus terjadi. Karena sebelumnya Rama telah berjanji kepada
Bima, sahabatnya, untuk tidak akan pacaran dengan Sinta.
Bima adalah sahabat baik Rama sejak kecil. Ia-pun begitu
mencintai Sinta. Seperti Rama, tapi sepertinya Sinta lebih memilih Rama sebagai
pangerannya daripada Bima.
“Saya minta sama kamu, Rama. Kamu jangan pernah
pacaran sama Sinta, kamu tahu, ‘kan, Kalau aku begitu mencintainya? Rasanya
akan sakit sekali jika sahabatku pacaran dengan orang yang sangat aku cintai,”
itu permintaan Bima, yang membuat Rama harus berjanji tidak akan pacaran dengan
Sinta, meski rasanya ini begitu sakit,
karena Rama-pun diam-diam sangat mencintai Sinta.
Sinta berlari dengan derai airmata yang membasahi
pipinya. Hatinya tergores luka, orang yang telah bertahun-tahun ia cintai,
ternyata harus menjadi milik orang lain.
Rama pun menahan luka yang mendera hati dan
jiwanya, Ini adalah saat terakhir ia melihat
Sinta, karena ia akan melanjutkan study-nya
ke Bandung. Dan entah kapan lagi mereka dapat bertemu.
***
Sinta merenung didekat jendela kamarnya, bulan tampak
tersenyum mesra. Ia membayangkan ada sesosok pangeran datang dengan kuda
terbangnya mencuri dan membawanya ke kerajaan bintang diatas langit yang penuh
cahaya bintang-gemintang. Ah, tapi itu hanya angan-angannya saja, yang membuat
Sinta semakin merindukan Rama.
Pun, Rama yang besok akan berangkat ke Bandung untuk
melanjutkan study-nya. Kini ia tengah merangkai untaian kata yang akan
diberikan bersama album kenangan sejak kali pertama ia mengenal Sinta secara diam-diam.
Kembali memory itu menari-nari dibenaknya. Saat Sinta
menjadi putri salju diacara PenSi, diam-diam Rama memotret tiap gerak-geriknya.
Ketika Rama sedang berlaga di lapangan bersama teman-temannya, ia selalu
memperhatikan wajah Sinta yang terus mencuri hatinya ketika Sinta bersama
teman-temannya menjadi supporter untuk kelasnya. Ketika Rama memberikan
setangkai bunga dengan berkata “Ini dari temanku,” padahal itu hanya alibinya
saja untuk menutupi kegugupannya, dan ketika Rama harus menolak cinta yang
Sinta ungkapkan, padahal ia pun begitu sangat mencintainya.
Tapi Rama mencoba untuk kuat, demi cita-citanya, demi
janjinya kepada sahabatnya agar tidak menjalin hubungan cinta dengan Sinta.
Meski itu amat-sangat menyakitkan.
Diam-diam, Rama ke rumah Sinta, meletakkan album
kenangan tentang sesosok wanita yang selalu ada pada tiap potretnya, bersama
untaian kata maafnya ia letakkan album biru itu didepan pintu rumah Sinta.
“Selamat tinggal, Sinta,” kata dalam hatinya sebelum
Rama beranjak pergi. Samar-samar terlihat cahaya temaram menghiasi kamar Sinta
yang berada dilantai atas. Akhirnya ia melangkahkan kaki untuk pergi seiring
bayangan cahaya sang rembulan yang mulai tenggelam ditelan kegelapan malam.
***
Empat tahun kemudian
Ternyata mereka dipertemukan kembali pada acara reuni
akbar di sekolahnya. Sungguh, Sinta sangat bahagia.
“Kak Rama, apa kabar?”
“Baik, kamu?”
“Aku baik. Apa Kak Rama sudah menikah?” Tanya Sinta,
penasaran.
“Aku menunggu seseorang kembali dari U.S.A.” jawabnya
dengan senyum yang penuh arti…
PPAI, 01102013
Terinspirasi dari Film First Love*
*Cerita ini terangkum dalam Buku Antologi Cerpen "Cinta Tak tersampaikan" - Soega Publishing 2014
0 komentar:
Posting Komentar