Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

17
April

By. Muhrodin “AM”*
***
            Dalam diam, ia mengagumi sesosok pangeran bermata elang, berwajah tampan, namun berhati bajingan. Ialah Rama, sang idola disekolah SMA 123 Sumatera.
Ia hanya mampu menatap Rama dengan mata nanar, ketika teman-teman disekolahnya bahkan dikelasnya dicampakkan begitu saja.
Seperti mampu merasakan luka diulu hatinya, sakit yang tiada terkira karena Rama begitu mudahnya memutuskan ikatan cinta dengan teman-temannya. Rasa kekaguman itu mulai luruh, ketika Ira, teman sebangkunya menjadi korban akan kebengisan cintanya. Rasanya, sakit itu ikut merajai kedalam lubuk hati yang sebelumnya pernah melukiskan rasa kekaguman kepada Rama.
            Menurut sebagian siswa disekolahnya, Rama adalah sosok laki-laki yang nyaris tanpa cela. Wajahnya yang tampan bagai Arjuna, jago pelajaran eksakta, dan juga penuh dengan segala deret prestasi ekskul disekolahnya. Sayang, semua itu ternyata mampu mencipta sebongkah keangkuhan pada separuh hatinya.
Seperti sengaja, sesiapa wanita yang menurutnya seksi dan berwajah aduhai, akan menjadi korban atas keegoisan cintanya. Bermain kata-kata dengan segala rayuan gombalnya, hati siapa yang tak ‘kan ketar-ketir disapa, atau bahkan diberi perhatian lebih oleh sang idola diseantero sekolah SMA 123.
Sejak pertama Rama duduk dibangku kelas X hingga naik dikelas XII, terhitung sudah dua belas siswa yang hatinya tergores luka. Yeah, siapapun mengenalnya… entah menyimpan cinta atau sebatas kekaguman, atau bahkan karena memendam rasa kebencian terhadap cowok tampan namun berhati bajingan itu. Dia, Rama, sang idola yang kerap melukai hati para wanita.
Ia hendak keperpustakaan, namun langkahnya terhenti ketika tiba-tiba namanya dipanggil oleh seseorang yang suaranya sudah begitu akrab ditelinganya ; dialah Rama, sesorang yang selama ini ia kagumi.
“Sintya… “ dari kejauhan suara Rama terdengar bagaikan aliran air terjun yang menghanyutkan.
“Hay, boleh aku temani?.” Lanjutnya, dengan mencoba mensejajari langkah cewek yang tadi dipanggilnya.
“Iya, ada apa?.” Sintya bertanya dengan hati kebat-kebit.
“Nggak, nggak ada apa-apa kok. Cuma ingin menemani kamu keperpus.” Rama menjawab dengan garuk-garuk kepalanya yang tak gatal.
“Owh.” Hanya kata itu yang keluar dari bibir manis Sintya
“Boleh nggak?.” Tanya Rama sekali lagi
“Apa?.” Sintya malah balik bertanya denga pilonnya
“Aku temani kamu keperpus.” Rama menjawab dengan iringan senyuman mautnya
“Oh, iya, silahkan.” Jawab Sintya datar, hingga akhirnya mereka berjalan beriringan menuju perpustakaan
Sintya tengah asik dengan novelnya, duduk manis dibangku baca yang tersedia disamping rak buku. Sedangkan Rama tak bisa menyembunyikan rasa ‘Borring Time’-nya karena harus dikacangin sama cewek yang niatnya mau ditemenin.
Setelah bunyi bel masuk, akhirnya mereka buru-buru bergegas kembali menuju kelasnya.
***
“Habis dari mana?.” Tanya Icha setelah Sintya duduk tepat dibelakangnya.
“Dari perpus.” Jawabnya santai
“Sama Rama?.” Icha penasaran
“Iya, kenapa? Nggak boleh?.” Sintya mulai pasang muka sewot
“Hmm… boleh, kok.” Akhirnya Icha hanya mendesah dan  tersenyum garing.
***
Keesokan harinya, sekolah dibuat gempar.
Syahdan, Rama kecelakaan dan sekarang dirawat di Rumah Sakit Permata Bunda.
Seisi sekolah banyak yang mewartakan Rama yang kecelakaan dan sedang dalam keadan koma.
Kelasnya Rama ; Sintya, Ira, Icha, dan kawan-kawannya, menjenguk untuk melihat keadaan Rama.
Setelah sampai dirumah sakit, mereka langsung menemui orang tua Rama. Lukanya memang cukup serius, hingga sampai saat ini Rama belum sadarkan diri.
“Gimana keadaan Rama, Tante”. Tanya Sintya ketika mereka sedang berada diruang tunggu.
“Rama masih diopname, luka dikepalanya cukup serius, hingga dokter belum bisa memastikan kapan Rama akan siuman. Doakan saja, semoga tidak terjadi apa-apa.” Dengan  derai air mata orang tua Rama menjawabnya, dan terlihat tak henti-hentinya mereka menguntai do’a untuk kesembuhan anak semata wayangnya.
“Tante yang sabar, ya. Kita semua juga mendo’akan untuk kesembuhan Rama.” Teman-temannya mengamini kata-kata Sintya.“
            Berminggu-minggu, hingga waktu Ujian Nasional akan segera tiba, Rama belum juga berangkat kesekolahnya. Menurut berita yang beredar, Rama masih trauma, pikirannya belum dapat stabil, hingga terkadang Rama sampai teriak-teriak karena harus menahan rasa sakit dikepalanya.
Baru ketika pelaksanaan UN, Rama berangkat kesekolah. Sebagian kelas XII memandanginya dengan rasa iba, mereka mengkwatirkan akan hasil ujian nasionalnya. Karena Rama telah banyak tertinggal pelajaran.
Namun ada satu perubahan yang lebih menjadi perhatian siswa-siswi SMA 123,  Rama yang sekarang tidaklah seperti Rama yang dulu lagi ; sok jagoan, sok kecakepan, dan sok-sok lainnya yang membuat Rama -diam-diam- selain dipuja juga dibenci oleh teman-temannya.
Sekarang Rama menjadi sesosok yang sangat pendiam. Tidak akan menyapa jika tidak disapa sebelumnya. Ia benar-benar telah berubah 180 derajat. Hingga sebagian teman-temannya, yang dulu sempat muak dan ilfeel dengannya, kini mulai menaruh rasa simpati kepadanya.
Termasuk Sintya, yang mengagumi sosok Rama dalam diam, sempat ilfeel dengan sikap Rama yang sok kecakepan. Namun, sejak kejadian diperpustakaan itu, dan terlebih setelah kecelakaan Rama… rasa kagum itu kembali hadir mendera hati Sintya, hingga saat ini rasa kagum itu kian membuncah, ketika Rama benar-benar telah berubah.
Akhir-akhir ini, meski Ujian Nasional telah berlalu, mereka sering terlihat bersama. Diperpustakaan, dikantin biru, atau bahkan ketika mereka pulang dari sekolahnya.
Sintya begitu bahagia, bisa berbalas senyum setiap hari dan dekat dengan seseorang yang telah lama dikaguminya. Hari-hari sebelum mereka lulus dari sekolahnya, selalu saja mereka lalui bersama dengan menciptakan kenangan yang tak akan pernah terlupakan.
Seperti kala itu, ketika SMA 123 mengadakan perpisahan disebuah pendakian dibukit barisan.
Meski mulanya Rama tidak diperbolehkan ikut oleh orang tuanya, karena mereka masih menghawatirkan keadaan Rama. Namun setelah meyakinkan orang tuanya dengan kata-kata Rama yang menjanjikan kalau Ia akan baik-baik saja, akhirnya orang tua Rama pun mengizinkannya.
***
Kini tibalah saat yang berbahagia, karena seluruh siswa SMA 123 Sumatera lulus 100 %. Namun, juga saat yang menyedihkan bagi mereka, karena cepat atau lambat mereka akan berpisah demi cita-cita yang harus mereka raih.
Usai acara perpisahan, Rama berjalan mendekati Sintya.
Disekelilingnya semua tampak terlihat bahagia, menciptakan kenang-kenangan bersama. Dengan makan-makan dan photo-photo bersama hingga melintasi bukit barisan yang begitu indah dan mempesona.
“Sintya, sebelum kita berpisah nanti, Aku ingin bilang sesuatu sama kamu.” Kata Rama dengan nada sedikit gagu, hingga membuat Sintya harus menahan detak jantungnya yang mulai memburu.
“Sejak lama, Aku mencintaimu, Tya. Namun aku terlalu malu untuk mengutarakannya kepadamu… karena keegoisan dan keangkuhanku telah membuat diriku menjadi orang yang dipandang buruk olehmu dan teman-temanmu.”
Sintya benar-benar salah tingkah demi mendengarkan pengkuan Rama, dan Ia tidak tahu harus berkata apa, bahagia yang tiada tara telah tercipta merasuki relung hatinya.
“Maukah kamu menjadi kekasihku, Tya?.” Kata-kata Rama seperti mengalir begitu saja, membuat Sintya harus terdiam seolah tak percaya.
“Tya, maukah kamu menjadi kekasihku?.” Sekali lagi Rama mengucapkan kata-katanya.
“Aku bahagia Rama…” Ada binar kebahagiaan yang terselip dibola mata dan senyum indahnya.
“Akupun sudah sejak lama mengagumimu, Rama… hanya Aku juga terlalu naif untuk mengakui akan hal itu, hingga aku hanya mampu terus mengagumimu dalam diamku.” Kata-katanya begitu deras mengalir bak air terjun Niagara, dan binar itu, menciptakan sabit dilengkung bibir manis Sintya.
“Jadi kamu mau kan, Tya?.” Rama tak sabar untuk mendengar jawabannya.
“Iya… aku mau menjadi kekasihmu, Rama.” Jawabnya dengan sedikit rona merah diputih pipinya.
Rama pun segera memeluk Sintya, kebahagiaan itu menyeruak kedalam telaga hatinya. Hingga dunia, seolah hanya menjadi milik mereka berdua.


Al-ihya ‘Ulumaddin, 2013*

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

salju

Blog Archive