Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

17
April

By. Muhrodin “AM”
***
            Pyar!
Cahaya itu pecah, menghilang setelah sebelumnya mencipta seketsa wajah yang berlumuran darah dengan gigi-gigi taring menyeringai bagai hendak memangsa Dilan yang berada tepat dihadapannya.
Aku tersentak, ketika tiba-tiba Dilan mengalihkan pandangannya kearahku dengan sorot mata yang tajam penuh kebencian.
“Dilan! Kamu kenapa?” Bulu kuduk-ku merinding. Dan dalam waktu sepersekian detik,  Dilan telah mencekik leherku hingga membuat aku tak mampu untuk bernapas.
“l-e-p-a-s-k-a-n a-k-u,” pintaku dengan suara yang teramat berat.
Aku pasrah, ketika cengkeraman tangan Dilan benar-benar tak sanggup lagi untuk kutahan. Kuku-kuku tajamnya telah menusuk sebagian kulit leherku. lamat-lamat pandanganku kabur: menggelap, dan kurasakan, aku seperti tak sadarkan diri.
***
Aku berada disebuah tempat yang asing. Entah tempat apa, aku tak pernah melihat sebelumnya. Seperti sebuah goa pada zaman purba, dikanan-kirinya ada obor yang menerangi tiap lorongnya.
Seketika aku teringat bahwa barusaja aku tengah dicekik oleh Dilan sampai terasa tak lagi bernyawa. Tapi dimana Dilan sekarang?
Kulangkahkan kaki-ku pelan-pelan, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Kuberanikan diriku untuk terus berjalan membunuh rasa penasaranku akan tempat yang kini kusinggahi.
“Huahahaha…”
Suara itu? Seperti yang kudengar ketika sedang bersama Dilan. Aku mencoba untuk terus melangkah meski dengan rasa takut yang teramat sangat. Ketika telah sampai diujung goa, kulihat Dilan sedang diikat dengan dikelilingi oleh mahluk-mahluk penghuni goa itu, rambutnya seperti kobaran api, kukunya panjang meruncing hingga menyentuh tanah. Raut mukanya berlumuran darah, sama seperti yang kulihat bersama Dilan malam tadi; sangat mengerikan!
Aku masih tak cukup mengerti. “Mengapa aku bisa ada disini?” berbagai pikiran telah berkecamuk dalam otak-ku.
“Jangan! Aku masih ingin hidup.” Kudengar suara Dilan meronta, ketika sesosok mahluk yang mengerikan itu hendak menusuk perut Dilan dengan kuku tajamnya.
 “S-a-k-i-t.” Kembali Dilan mengerang kesakitan. Rasanya sakit itu begitu nyata, hingga mampu merasuk kedalam sukma.
“Dilan!” aku berteriak mencoba memanggilnya, namun sia-sia. Dilan sedikitpun tak mendengar panggilanku. Kembali mahluk itu menyiksa Dilan dengan sayatan-sayatan kuku tajamnya.
“Aku tak mau menjadi budak setan!” Teriaknya dengan suara yang menyayat.
“Dilaaan….!” Kembali kuberteriak hingga aku terbangun. Kedua orangtuaku menenangkanku dengan memelukku yang tengah terbaring di rumah sakit. Kini aku sadar, bahwa alamku telah berbeda. Belum genap 24 jam yang lalu Dilan telah tiada. Aku kecelakaan bersamanya ketika hendak menikmati semilir angin malam di pantai Cilacap.
Selamat jalan, Dilan. Semoga engkau bahagia di alam sana…


PPAI, 26092013*

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

salju

Blog Archive