Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

16
April

Cerpen: Muhrodin “AM”
***
          Malam kian mengepakkan sayap pekatnya, di titik lazuardi, terlihat temaram rembulan yang samar-samar mencipta bayangan seorang wanita dengan leliuknya yang sempurna bak tarian bidadari di taman seloka.
Rani, sang penari Bali, malam ini kembali memainkan perannya sebagai seorang penari yang mampu menghipnotis tiap penontonnya.
Liuk tubuhnya seirama dengan hentakan gendang yang mengiringi tariannya, lirik matanya seumpama anak panah yang melesat jauh menerkam titian mangsa. Sesekali selendang merah marun yang tersampir di pundaknya dimainkan hingga juntaiannya selaksa kepakkan sayap kupu-kupu yang sedang dimabuk cinta.
Ratusan penonton dibuatnya terpukau oleh kelihaiannya dalam membawakan tarian Bali. Malam ini, Rani sungguh terlihat sangat memesona, seperangkat konde berwarna emas terhunjam di atas gundukan sanggulnya yang hitam lekat, rangkaian kembang melati dan kanthil beruntai-untai jatuh kesamping. Kain jarit yang direkatkan kepinggangnya menjuntai sampai ke kaki, di lehernya tersampir selendang merah marun dengan taburan manik-manik yang berkilauan setiap diterpa cahaya.
Disela-sela kerumunan orang yang terpukau melihat tariannya, ada seseorang yang hatinya tergores luka. Dialah Rama, kekasih Rani yang sejak dulu menginginkannya untuk berhenti menjadi seorang penari, karena tiap kali matanya menyaksikan orang-orang yang menyawer rani di atas panggung, matanya memanas, hatinya seperti terbakar menahan api cemburu yang bergejolak menciptakan bara di bagian dada.
Setelah pertunjukan tari itu selesai, Rani menemui Rama yang sedari tadi telah menunggunya.
“Tarianmu sangat sempurna, kamu sangat menjiwai tarian kupu-kupu tadi,” puji Rama dengan bias senyum di bibirnya.
“Terimakasih, Bli. Semuanya karena Biang yang tak pernah lelah dalam membimbingnya.”
Memang sejak kecil Rani telah diajarkan menari, karena dulu Biangnya adalah seorang penari handal yang mampu memukau ratusan bahkan ribuan penonton di kotanya. Tapi kejadian naas pada malam itu, membuatnya tak mampu lagi untuk menari. Kecelakaan itu, adalah saat terakhir Biangnya membawakan tarian kupu-kupu.
“Sudah waktunya Biang mengajarkan tarian Bali yang Biang miliki, agar Gek mampu menjadi penerus Biang dikemudian hari.” Kembali kata-kata Biangnya terngiang merajai benaknya. Itu adalah permintaan Biangnya sebelum malam keparat itu menjadikannya tak lagi mampu untuk menari. Hingga Rani seperti tersadar, bahwa itulah jawaban kenapa Biangnya begitu mendambakan Rani untuk menjadi seorang penari.
Kembali airmata Rani membasahi kedua pipinya tiap kali ia mengingat Biangnya yang sangat dikasihi.
“Maafkan aku, Rani. Aku tak bermaksud membuatmu mengingat kejadian yang menimpa Biangmu.” Rama mengusap airmata Rani.
“Tidak, Bli. Aku percaya, pasti Biang sangat bahagia melihat Gek mampu meneruskan perjuangannya mempertahankan tarian Bali. Dan Biang pasti tersenyum melihat Gek mampu membawakan tarian kupu-kupu dengan sempurna.”
Temaram rembulan menjadi saksi kisah cinta mereka berdua. Rani bersyukur memiliki Rama yang sangat mencintainya…
***

Kembali malam ini Rani menunjukkan kelihaiannya. Tarian kupu-kupu yang berpadu dengan pasangannya membuat para penontonnya berdecak kagum. Tarian itu nyata laiknya sepasang sayap kupu-kupu yang sedang terbang untuk mengisap madu; madu cinta pada bebunga surga yang semerbak harumnya. Tak sedikit para penyawer itu menghamburkan uangnya, menyelipkan pada kemben yang membungkus rapat kemolekan tubuh Rani. Tak pelik lagi, para lelaki hidung belang itu dengan kesombongannya berlomba-lomba untuk mengajak Rani menari-nari, layaknya sepasang kumbang janti yang tak pernah lelah berputar-putar kesana-kemari. Ah, inilah yang sangat tak disukai Rama, setiap kali ia harus menyaksikan kekasihnya menjadi pelampiasan para lelaki brengsek yang tiap kali mampu menyulut bara api di hatinya.
Malam ini Rama tak menungguinya, hingga Rani terpaksa harus melayani obrolan para lelaki yang berbasa-basi untuk sekedar menyanjungnya dalam menari, atau untuk mengajaknya berkencan di bawah temaram rembulan dengan malamnya yang kian merajam.
Bli Rama…, “ jerit Rani. Ia tersedu menyadari dirinya dalam kerumunan laki-laki hidung belang yang hendak mengantarnya pulang. Tapi nyatanya, Rani dibawa kesuatu tempat yang teramat gelap, pekat.
“Jangan lakukan itu…” isak-tangisnya dalam gugu yang membiru.
Hingga ketika malam makin menyepuh, dengan cahaya temaram rembulan yang menggantung di langit kelam, Rani menemukan dirinya dengan busana yang telah tercabik-cabik. Batinnya menjerit, kini bunga itu semakin layu. Karena madunya telah diisap oleh kumbang-kumbang jalang.
“Rani, kaukah itu?...” telak, Rama menemukan Rani ketika para bajingan itu telah pergi.
“Siapa yang tega melakukan semua ini, Rani…” teriak Rama, kemurkaannya hingga mampu membelah kegelapan.
Dipeluknya Rani dalam dekap kasih Rama. “Inilah yang sedari dulu aku takutkan, Rani… aku tak rela kau terjatuh dalam kuasa para lelaki bajingan itu, sungguh, aku tak rela… “
***
“Maafkan aku, Bli. Mulai malam ini, aku tak akan menari lagi…”
Semilir angin di Pantai Sanur membuat Rani merapatkan pelukan Rama. Mereka menikmati deburan ombak dan kemilau cahaya yang terpantul dari permukaan lautnya.
Di bawah temaram sinar rembulan, mereka memadu cinta. Mencurahkan segala kasih dan sayangnya yang sedari dulu sempat terabaikan.
“Rani… aku ingin secepatnya kita menikah.”
Rani membisu, pikirannya melayang jauh menembus sinar rembulan. Belum sempat Rani menjawab pernyataan Rama, ada gelombang pasang dan kilatan cahaya yang tiba-tiba datang melesat menerpa mereka berdua.
Dalam sekejap, Rani menghilang. Cahaya dan gelombang itu, telah  membawanya menyatu dengan ombak di lautan.
“Rani… “ malang nian, teriakan Rama hanya didengar oleh kelelawar malam dan burung-burung yang berterbangan.
Kini, Rama bukan hanya kehilangan madu cintanya, tapi juga telah kehilangan Rani-nya untuk selamanya…
***

Penjara suci, 04122013*

Ket :
Bli      : Panggilan untuk Laki-laki di Bali
Gek    : Panggilan untuk Perempuan di Bali
Biang : Panggilan Ibu untuk orang yang berkasta

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

salju

Blog Archive