Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

30
April

By. Muhrodin “AM”
***
            Tak seharusnya cinta itu kulabuhkan dalam dermaga hatimu, hingga luka yang kurasakan kini sempurna menyayat qalbu.
Andai saja waktu itu aku tak pernah bertemu denganmu, dan andai kata rasa itu tak pernah ada direlung hatiku. Mungkin, rasa sakit ini tak akan selayak sayatan sembilu.
Masih sangat jelas kuingat saat-saat terakhir kita bersama,  disebuah telaga warna yang penuh cinta dan keindahan kita bernostalgia. Itu memang tempat favorite kita untuk menghabiskan sisa senja sebelum temaram datang menjemputnya.
“Aku sayang sama kamu, Rani… Apakah kamu mau menjadi bidadariku?” Itu adalah ungkapan rasa cintaku padamu untuk yang kesekian kalinya. Aku memang tak pernah lelah dalam menguntai cinta, memberikan segala sayang yang ku punya, namun tiap kali kuutarakan kata-kata itu, hanya senyum-mu yang tercipta, dan sepatah jawaban yang kuharapkan, kaupun hanya berkata, “Belum saatnya aku memberikan jawaban, sayang...” Hingga waktu yang terus merajai kegalauan hati ini, kau masih tetap lugu dengan senyum-mu  --yang kuanggap manis pada waktu itu--.
***
Seperti baru disadarkan dari mimpi buruk-ku, aku kehilanganmu, Raniku…
Kau memang wanita yang nyaris sempurna, nyaris tanpa cela… dan semua lelakipun mengakui akan hal itu. Tapi apakah itu yang kau harapkan dari setiap lelaki yang kau cintai? Akhir dari setiap episode perjalanan cintamu adalah ‘Kau telah melukai hati para lelaki: lagi dan lagi.’
Ah, bodoh sekali aku yang terperangkap dalam jerat cintamu.
Kau memang tak pernah berkisah tentang lelaki-mu padaku, Rani… dan akupun tak pernah menyangka sebelumnya kalau hatimu ternyata setega itu. Jutaan kata telah kurangkai dan ribuan cinta telah kuuntai hanya untukmu. Tapi, Tuhan memang tak pernah berkehendak kau menjadi milikku, atau entahlah, akupun terlalu lelah untuk memikirkan akan hal itu…
Kau bersama lelakimu memadu cinta ditepian senja yang kian membiru, tepat didepan mataku. Diujung pantai yang menghubungkan muara sungai kecil itu pada lautmu.
Aku limbung, hatiku serasa tertusuk ribaun duri. Hingga perlahan, titik air mata ini mampu mencipta buliran yang teramat menyakiti…
Sekali lagi, aku tak akan pernah berandai kata dalam menjalani realita hidup ini. seperti kata sebagian para penyair, hidup memang kejam, sayang... selayak deburan ombak yang menghantam karang, dan tak akan segan arusnya membawa sesiapa yang berada dalam titik rawan pantai angin gelombang.

Sedalam mata hati ini terlukai, aku percaya, Tuhan tak pernah alpa, apalagi hanya sekedar urusan cinta dan rasa, dalam waktu sekejap saja, Ia bisa merubah luka menjadi tawa, dan air mata menjadi untaian bahagia. Seperti goresan luka yang tercipta, aku mengerti dimana kini cintaku akan bermuara.

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

salju

Blog Archive