Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

13
Mei

By. Muhrodin “AM”*

          Rerintik hujan ini adalah derap hati yang membeku, menahan gejolak rindu di antara puing-puing hati yang hanya mendamba untaian cinta setelah nyanyian senja yang berdiorama bianglala membias di batas cakrawala. Dua hati saling menyapa, mendedah jiwa di bawah jantera mayapada bernapaskan do’a paling didamba...
          Cinta. Apatah hanya untaian kata berbilur ribuan makna seharum bunga di taman seloka? Atau hanya roman picisan yang menawarkan kedramatisan namun mengagumkan? O, entahlah... namun aroma itu kini mulai menyesap rindu ketika dua hati saling menyatu, saujana membentang di batas pinangan dewi malam yang mungkin secepatnya akan menggubah temaram; kini, rindu itu serupa ombak yang mematikan...
---
          Ini adalah Sands Of Time yang menjadi saksi bisu senandung cinta biru... kugenggam erat benda yang bertuliskan namamu, --sedang Sands Of Time yang bertuliskan namaku ada dalam genggamanmu--, agar tak pernah lepas meski nanti Tuhan akan memisahkan kita. Aku mafhum betul, jika akhirnya waktu dan jarak adalah benteng sebagai tolak-ukur kesetiaanku pun kesetiaanmu yang tak seharusnya kita ragukan.
          “Virra... Biarlah cinta yang berbicara jika hatimu tak kuasa menanggung luka yang kian mendera, aku di sini masih bersama rasa yang akan aku berikan untukmu, hingga Tuhan tengah mengijinkan engkau untuk menjadi Bidadari di taman hatiku paling dirindu.” Kataku di tengah gemuruh ombak Pantai Teluk Penyu.
          “Aku sanksi, Dir. Apakah nanti kita akan dipertemukan kembali seperti saat ini.” Katamu meragu, yang lebih menyerupai desahan ketakutan.
          “Mungkin aku tak bisa memberikan janji, namun percayalah Virra... bahwa cintaku benar adanya. Apakah kamu masih meragukannya? Sedang  aku mencintaimu karena Tuhan yang telah melabuhkan rasa cintanya. Memang tak banyak kata untuk meyakinkanmu, tapi sungguh, aku mencintaimu...” Aku tertunduk, sebelum akhirnya kuberikan Sands Of Time itu untukmu. Sebatas menjadi sebuah kenangan yang mungkin tak akan mudah untuk kulupakan.
---
          Kuamati kembali Jam Pasir yang tergenggam erat di tanganku. Masih ada rindu, pun jua seberkas cahaya cinta yang tersemat di dalamnya.
Ini sudah lebih dari dua belas purnama setelah pertemuan kita. Aku masih menyimpan rasa itu; rasa cinta yang mungkin hanya aku dan Tuhan yang tahu. Virra, kuharap kau masih tetap setia menantiku hingga di penghujung waktu...
Jarak kita bukanlah sesuatu yang harus kita takuti, tapi perlu kita syukuri setidaknya untuk menata diri dan hati kita masing-masing, hingga nanti benar-benar terpatri sebuah rasa yang bernama kesabaran ketika ketentuan Tuhan menggariskan akan ketiadasempurnaan setiap rencana yang telah kita pautkan.
Saat ini mungkin kau tengah merindukanku. Seperti kekatamu setahun lalu ketika aku memberikan Sands Of Time itu untukmu. “Aku akan selalu merindukanmu, Dira.” Kau tersenyum seraya berkata yang membuatku terpesona dibuatnya. Semoga itu benar adanya. Karena aku di sini pun berbilur rindu ingin bertemu. Tapi kewajiban dan keharusan yang mustahil aku tangguhkan, aku mencoba meredamkannya sementara bersama ayat-ayat keagungan.
---
Malam menyepuh rindu, sebelum temaram membawaku dalam pusara mimpi keabadian, kupastikan do’a puja-puji Tuhan senantiasa kurapalkan. Jika cinta tak mengembalikan engkau padaku dalam hidup ini, cinta akan menyatukan kita di kehidupan yang akan datang.
Aku pun pernah berjanji, setelah wisudaku nanti, aku akan menemuimu lagi. Menyatukan kembali Sands Of Time yang sempat terpisahkan. Menawarkan kembali renjana yang bertahta di istana jiwa. Akan kubangunkan singgasana untuk keabadian cinta kita. Agar tak ada lagi gelak tanpa tawa, dan tak ada lagi tangis tanpa airmata bahagia.
Jam Pasir itu, adalah detik rindu yang menjaga cintaku hingga Tuhan menjawab do’a yang teruntai di setiap sujud tahajjudku, “Percayalah,Virra... aku akan segera menjemputmu. Baik-baik di sana, tunggu aku di batas kota,”  Segera kukirim pesan singkat itu, sebelum akhirnya kugenggam erat kembali Sands Of Time yang berpahatkan namamu di situ, sama seperti di hatiku...

 PPAI, 13 Mei 2014*

~Biodata Penulis~
Muhrodin “AM”, Lahir di Bandar Lampung, 23 Februari 1991.
Buku solonya yang telah terbit, berupa Antologi Cerpen “Menggapai Mimpi”, Antologi Puisi “Kanvas dalam Lukisan”, dan Antologi Cerpen dan Puisi “Untaian Tasbih Cinta”. Serta  Puluhan cerita dan puisinya juga telah terhimpun dalam Antologi Bersama.
Saat ini ia masih nyantri di Pon-pes Al-ihya ‘Ulumaddin, Kesugihan 1 Cilacap, Jawa Tengah 53274
Ia bisa diakrabi melaui Fb. Amir_muhammad38@yahoo.com /
Twitter : @MuhrodinAM
Hp. 085647945291

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.