Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

05
Mei

By. Muhrodin “AM”*
~~~
Adalah ia, yang menanti rinai hujan dalam diam. Mengembara jauh, sejauh mata menerawang langit lazuardi, mencari titik keindahan dan kedamaian yang sejati…


Gemericik air hujan malam ini laiknya nyanyian alam tentang kerinduan pada sang penghuni bumi. Suaranya yang memburu, namun begitu mampu mendamaikan sebagian hati yang tersakiti.
Ia masih setia menikmati keindahan yang sangat erotis tentang arti dari filosofi hujan. Menurutnya, hujan adalah sebagian dari keindahan yang Tuhan ciptakan untuk menerpa kerontangnya hati karena berbagai problematika kehidupan.
Oh, alangkah agungnya kuasa Tuhan. Karena rinainya, tak sedikit dari mereka akan terperanga dalam dimensi yang berbeda, adalah bianglala yang tercipta tiap kali hujan reda di penghujung senja.
Ia akan tersenyum dalam diamnya, tiap kali lukisan Tuhan tentang warna-warni pelangi itu melengkung di batas cakrawala. Tak sedikit  karya-karyanya adalah inspirasi yang terbias dari goresan yang tercipta setelah nyanyian alam. Dan  ia begitu Setia jika harus menanti datangnya hujan dari atas langit senja.
“Surya, Tak seharusnya kau terus larut dalam lamunan panjangmu tiap kali hujan datang menerpa. Tidak kah kau tahu? tak sedikit dari mereka pun menyalahkan rinai hujan karena keangkuhannya terkadang sering membuatnya payah dan mengeluh.” Ia hanya tersenyum, kala Suatu waktu seorang sahabatnya memberikan komentar akan kebiasaannya menanti hujan. Bahkan di hari-hari selanjutnya, ia masih tetap setia menunggu datangnya rinai hujan. Hujan  yang pernah membuat kenangan indah dalam hidupnya, meski mungkin sekaligus membuatnya telah terluka!
“Bagiku, hujan adalah sesuatu yang sangat istimewa. Karena keindahan yang Tuhan ciptakan lewat nyanyian hujan adalah satu dari sekian anugerah yang tuhan berikan untuk para hambanya. Ia memberikan jawaban yang menurutnya memang seperti itulah kenyataannya; nyanyian hujan adalah indah adanya.
Ia memiliki sepenggal kisah dengan kekasihnya. Tiap derainya adalah suatu harapan dalam napas hidupnya. Fika, wanita yang kurang lebih dua tahun belakangan ini telah menemani suka dukanya, telah mengajarkan arti kesetiaan dalam hidupnya, bersama hujan mereka merajut kisah sederhana menjadi untaian cinta.
“Aku selalu bahagia tiap kali bersamanya melihat rintik hujan, senyum indahnya membuat aku selalu ingin terus dan terus bersamanya, tak sedikit kenangan indah yang tersimpan dalam memorabilia bersamanya adalah hujan yang setia menemaninya, meski karenanya pula, aku harus kehilangan dia untuk selama-lamanya.
Kala itu, ia mengajakku kesebuah telaga warna, dan tak lama kami di sana, hujan pun turun berirama. Dia, aku dan cinta kita, adalah setitik hujan yang tercipta, kami selalu tersenyum tiap kali hujan datang menyapa.
Aku merasakan ada sesuatu hal yang berbeda, meski senja dengan rinainya telah bersama membasahi sekujur tubuhku dan tubuhnya, namun senyumnya kurasakan tak seperti biasanya, dia banyak diam dengan mata sayunya, hanya sesekali tangannya melingkarkan memeluk tanganku, dan sesekali pula kepalanya disandarkan dalam bahuku. Aku tak pernah menyangka, kalau saat itulah terakhir kalinya kami bersama, meniti hujan yang akhirnya mengantarkan dia kedalam kehidupan yang berbeda.
“Aku sayang sama kamu, Surya… “ Terakhir kata-katanya sebelum dia benar-benar meninggalkanku sendirian meniti rinai hujan untuk hari yang kelam.
- Kecelakaan itu, membuat aku terus terpuruk dalam kerinduan. Yah, aku selalu merindukannya, tiap kali langit menumpahkan amarahnya, aku selalu berharap bisa bersamanya, meniti kembali masa-masa indah yang sempat terlewati bersamanya, bersama hujan yang mampu mencipta cinta dan kerinduan yang mendalam. Namun, realitanya, itu hanya kamuflase yang selamanya tak akan pernah terwujudkan-.
***
Bersama rinai hujan, kini ia menatap langit lewat tirai jendela. Tak sedikit asa dalam bahagia yang tercipta, juga tentang luka karena cintanya telah sirna bersama nyanyian hujan di penghujung senja.
Happy Birth Day, My Honey. J
Wish U All The Best.
Fika love Surya.

Terselip lara dalam hati yang berderu oleh sebongkah kerinduan. Kala kata-katanya sebulan lalu, tepat di hari ultahnya yang ke-21 kembali terbaca oleh sang waktu. hanya doa yang tersemat dalam perisai qalbu, semoga dia bahagia selalu, bersama kasih sayang dan cinta dari sang pencipta alam semesta…
Dalam diamnya, ia masih tetap setia menanti nyanyian hujan hingga keajaiban Tuhan datang padanya…
&&&

“Al-ihya ‘Ulumaddin,  Juni 2013”

*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi Cerpen "Menunggu #2" - Penerbit Harfey 2013

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.