Penyihir Aksara (Malaikat Salju)

Do'a Kalimat Pena By. Muhrodin "AM"

04
Mei

By. Muhrodin “AM”*
***
            Sejuta harapku, dalam tafsir do’a sunyi tak bertepi; Tuhan… Dekap aku dalam Kasih-Mu…

            Aku tak hendak mendustakan semua yang telah Tuhan berikan untukku, terlebih setelah aku dapat mencecap manisnya kebersamaan disebuah penjara suci yang bernama Pesantren.
            Aku alpa, aku khilaf, meski aku tak pernah meminta semua itu, tapi inilah takdirku. Jalan yang telah Tuhan gariskan untuk diriku yang sedang menuntut ilmu.
***
            Dulu, aku tak pernah menerjang larangan yang telah ditetapkan oleh Pesantren, namun lambat laun, cobaan itu kini datang juga…
Berawal dari yang katanya Solideritas dengan sesama teman senasib sepenanggungan. Aku terjebak dalam jerat yang bermuara penyesalan. Semua itu adalah salahku, kesalahan yang tak seharusnya aku lakukan.
Sejak kelas XII SMA, aku mulai jauh dengan pengurus yang membimbingku. Aku tak lagi mau ketika Beliau memanggilku untuk sekedar makan bersama atau bertanya tentang kegiatan belajarku. Aku terlalu malu jika harus bertemu dengan beliau, karena waktu itu aku berpikir bahwa aku tak lagi seperti yang dulu; selalu aktif mengikuti kegiatan di Pesantren.
Aku mulai suka ke Warnet atau ke RD –Rental Disk- untuk sekedar mengusir suntukku, yang semua itu jelas-jelas adalah larangan Pesantren di mana kami dititipkan.
Namun aku tak hendak menyalahkan teman-temanku yang kerap kali mengajakku, hingga tak jarang aku harus keluar masuk Kantor karena mendapat takziran* dari keamanan pondok.
***
            Malam itu, Kembali nasib malang menimpaku, aku dan teman-teman satu genk tidak mengikuti kegiatan pengajian sorogan* dan bandungan*, kami tertangkap basah oleh keamanan Pesantren ketika sedang asyik melihat Film Action di Rental Disk yang berada tak jauh dari area Pesantren.
Betapa terkejutnya, ketika tiba-tiba Para pengurus itu masuk tanpa permisi, karena sebelumnya, meski kami sudah sering mendapat takziran dari pengurus, tapi itu semata-mata karena ada yang mengadukan Aksi kami. Dan kini, kami harus diarak langsung hingga ke kantor sekretariat.
Betapa malunya aku pada waktu itu, tepat pukul 00.00 WIB, kami semua harus berkumpul di Kantor pondok untuk diintrogasi satu persatu. Pengurus yang membimbing dan mengarahkan aku selama ini, ternyata duduk tepat didepan kami bersama pengurus-pengurus yang lain. Sorot mata tajamnya membuat aku seperti ditelanjangi, aku hanya bisa tertunduk, malu.
Malam itu, tercatat ada 26 Santri yang melakukan pelanggaran, dari pelanggaran main PS, Ke Warnet, dan seperti kami; Nonton Film di RD.
Berbagai pikiran merasuk kedalam benakku, aku tak pernah tahu, kapan tepatnya aku mulai berubah menjadi pembangkak, -selalu menerjang peraturan pesantren yang sudah ditetapkan-, sering bolos ngaji, dan kesalahan-kesalahan lain yang membuat aku semakin tak dipandang oleh pengurus, karena kata mereka kini aku telah B-e-r-u-b-a-h.
Setelah cukup lama mendapatkan nasihat dari para pengurus, akhirnya kami diijinkan untuk kembali ke kamar masing-masing. Tapi dengan catatan : bahwa besok pagi, tepat Pukul 07.00 WIB, kami harus sudah berkumpul lagi di Kantor Sekretariat untuk sowan menghadap Pengasuh, guna memohon maaf, dan meminta hukuman yang tepat untuk orang-orang seperti kami.
***
            Adapun nanti, seberat apapun hukuman yang diberikan oleh Romo Kyai, aku akan menanggungnya dengan senang hati. Bukan aku bangga menjadi Santri teladan yang sering mendapatkan hukuman, tapi karena aku tahu, itu adalah kesalahanku yang harus dipertanggung jawabkan. Dan titik akhir dari kesalahan ini, adalah membersihan semua kamar mandi di Pondok Putra.
Yeah, setelah sowan kepada Romo Kyai, kami semua harus menerima resiko itu. Dan itu, adalah kado terindah dihari Ulang Tahunku yang ke 18. Miris sekali…
Setelah itu, aku mulai bertekad  untuk memperbaiki diri. meski aku tahu, untuk mengembalikan citraku dimata semua dan kepercayaan pengurus-pengurus terhadapku itu sangat sulit, tapi aku terus berusaha. Tajdidun niyyah, Muhasabah binnafsi ; Intropeksi diri dan memperbaharui niatku ke pesantren.
Seperti halnya merubah suatu perkara yang baik menjadi yang buruk itu sangat mudah, tapi untuk merubah perkara yang buruk menjadi yang baik itu sangatlah sulit. 
Mungkin aku memang bukan orang baik, tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi orang yang baik-baik.
Pengalaman itu, mengajarkan aku arti kedewasaan dan tanggung jawab. Untuk tidak terulang kembali…
Tuhan, Engkau telah mengajarkan bagaimana caranya untuk bersyukur. Dan aku, tak akan pernah lelah untuk menguntai do’a, semoga Engkau tetap menuntutku dijalan yang Kau ridhoi…


PPAI, 21082013*
Catatan ;
*Takzir ; Hukuman
*Pengajian Sorogan ; Membaca Kitab Kuning dengan disimak oleh Sang Guru
*Pengajian Bandungan ; Memaknai kitab yang dibacakan oleh Sang Guru

*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi FTS “Titik Nadir #1” – Penerbit Harfeey 2013

0 komentar:

Posting Komentar

X-Steel - Link Select

About this blog

Diberdayakan oleh Blogger.