By. Muhrodin “AM”*
***
Sejuta harapku,
dalam tafsir do’a sunyi tak bertepi; Tuhan… Dekap aku dalam Kasih-Mu…

Aku alpa, aku
khilaf, meski
aku tak pernah meminta semua itu, tapi inilah takdirku. Jalan yang telah Tuhan
gariskan untuk diriku yang sedang menuntut ilmu.
***
Dulu, aku tak
pernah menerjang larangan yang telah ditetapkan oleh Pesantren, namun lambat
laun, cobaan itu kini datang juga…
Berawal dari yang katanya
Solideritas dengan sesama teman senasib sepenanggungan. Aku terjebak dalam
jerat yang bermuara penyesalan. Semua itu adalah salahku, kesalahan yang tak
seharusnya aku lakukan.
Sejak kelas XII SMA, aku mulai jauh
dengan pengurus yang membimbingku. Aku tak lagi mau ketika Beliau memanggilku
untuk sekedar makan bersama atau bertanya tentang kegiatan belajarku. Aku terlalu
malu jika harus bertemu dengan beliau, karena waktu itu aku berpikir bahwa aku
tak lagi seperti yang dulu; selalu aktif mengikuti kegiatan di Pesantren.
Aku mulai suka ke Warnet atau ke RD
–Rental Disk- untuk sekedar mengusir suntukku, yang semua itu
jelas-jelas adalah larangan Pesantren di mana
kami dititipkan.
Namun aku tak hendak menyalahkan teman-temanku
yang kerap kali mengajakku, hingga tak jarang aku harus keluar masuk Kantor
karena mendapat takziran* dari keamanan pondok.
***
Malam itu, Kembali
nasib malang menimpaku, aku dan teman-teman satu genk tidak mengikuti
kegiatan pengajian sorogan* dan bandungan*, kami tertangkap basah
oleh keamanan Pesantren ketika sedang asyik melihat Film Action di Rental Disk
yang berada tak jauh dari area Pesantren.
Betapa terkejutnya, ketika tiba-tiba Para
pengurus itu masuk tanpa permisi, karena sebelumnya, meski kami sudah sering
mendapat takziran dari pengurus, tapi itu semata-mata karena ada yang
mengadukan Aksi kami. Dan kini,
kami harus diarak langsung hingga ke kantor sekretariat.
Betapa malunya aku pada waktu itu,
tepat pukul 00.00 WIB, kami semua harus berkumpul di Kantor pondok untuk
diintrogasi satu persatu. Pengurus yang membimbing dan mengarahkan aku selama
ini, ternyata duduk tepat didepan kami bersama pengurus-pengurus yang lain.
Sorot mata tajamnya membuat aku seperti ditelanjangi, aku hanya bisa tertunduk, malu.
Malam itu, tercatat ada 26 Santri
yang melakukan pelanggaran, dari pelanggaran main PS, Ke Warnet, dan seperti
kami; Nonton Film di RD.
Berbagai pikiran merasuk kedalam benakku, aku
tak pernah tahu, kapan tepatnya aku mulai berubah menjadi pembangkak, -selalu
menerjang peraturan pesantren yang sudah ditetapkan-, sering bolos ngaji, dan
kesalahan-kesalahan lain yang membuat aku semakin tak dipandang oleh pengurus,
karena kata mereka kini aku telah B-e-r-u-b-a-h.
Setelah cukup lama mendapatkan
nasihat dari para pengurus, akhirnya kami diijinkan untuk kembali ke kamar
masing-masing. Tapi dengan catatan : bahwa besok pagi, tepat Pukul 07.00 WIB,
kami harus sudah berkumpul lagi di Kantor Sekretariat untuk sowan menghadap
Pengasuh, guna memohon maaf, dan meminta hukuman yang tepat untuk orang-orang
seperti kami.
***
Adapun nanti,
seberat apapun hukuman yang diberikan oleh Romo Kyai, aku akan menanggungnya
dengan senang hati. Bukan aku bangga menjadi Santri teladan yang sering
mendapatkan hukuman, tapi karena aku tahu, itu adalah kesalahanku yang harus
dipertanggung jawabkan. Dan titik akhir dari kesalahan ini, adalah membersihan
semua kamar mandi di Pondok Putra.
Yeah, setelah sowan kepada Romo Kyai,
kami semua harus menerima resiko itu. Dan itu, adalah kado terindah dihari
Ulang Tahunku yang ke 18. Miris sekali…
Setelah itu, aku mulai bertekad
untuk memperbaiki diri. meski aku tahu, untuk mengembalikan citraku dimata
semua dan kepercayaan pengurus-pengurus terhadapku itu sangat sulit, tapi aku
terus berusaha. Tajdidun niyyah, Muhasabah binnafsi
; Intropeksi diri dan memperbaharui niatku ke pesantren.
Seperti halnya merubah suatu perkara yang baik
menjadi yang buruk itu sangat mudah, tapi untuk merubah perkara yang buruk
menjadi yang baik itu sangatlah sulit.
Mungkin aku memang bukan orang baik, tapi aku akan terus berusaha
untuk menjadi orang yang baik-baik.
Pengalaman itu, mengajarkan aku arti kedewasaan dan tanggung jawab.
Untuk tidak terulang kembali…
Tuhan, Engkau telah mengajarkan bagaimana caranya untuk bersyukur.
Dan aku, tak akan pernah lelah untuk menguntai do’a, semoga Engkau tetap
menuntutku dijalan yang Kau ridhoi…
PPAI, 21082013*
Catatan ;
*Takzir ; Hukuman
*Pengajian Sorogan ; Membaca Kitab Kuning dengan disimak oleh
Sang Guru
*Pengajian Bandungan ; Memaknai kitab yang dibacakan oleh Sang
Guru
*Cerita ini telah terangkum dalam Buku Antologi
FTS “Titik Nadir #1” – Penerbit Harfeey 2013
0 komentar:
Posting Komentar