Oleh: Muhrodin “AM”*
Adellea...
Aku merindukan saat menyapamu di sepertiga malam yang
sunyi. Entah bagaimana kisah itu bermula, aku bahagia ketika engkau selalu
membalas chatt-ku di malam-malam punai; sebagai hantaran (sebelum) akhirnya
kita sama-sama makan sahur dengan segelas kenangan dan sepiring kerinduan.
"Adellea..."
"?"
"Sedang apa?"
"Listening
Music."
"Belum
mengantuk, 'kah?"
"Belum."
----
Seringkali malam
membuatku cemburu, karena engkau kerapkali mengatakan lebih memilih
bercengkerama dengan malam --mungkin jua engkau tengah melafadzkan tadarus
kerinduan-- daripada harus membalas sapaku yang (menurutmu) terkadang sangat
membosankan. Tapi aku tak cukup mengerti, mengapa hingga kini engkau masih selalu
saja memberikan seutas harapan. Sayang, adakah itu hanyalah semacam harapan
semu?
Aku merindukanmu, Adellea...
Canda yang berbilang waktu, ternyata begitu mampu
membuatku jatuh cinta kepadamu.
Adellea...
Apakah kau mengerti? jika basa-basiku di setiap malam
yang sunyi, hanya berlaku untuk seseorang yang kurindui, yang kucintai?
Kusadari, kendati aku begitu ingin kita bisa meniti
malam dengan kidung kemesraan, tapi engkau harus pergi sebelum ramadhan ini
benar-benar dapat kukhatamkan. Karena setelah kuutarakan rindu yang menghunjam,
engkau pergi begitu saja dan menghilang tanpa pesan.
Aku ingin engkau tahu, Adellea. Lewat elegi embun
pagi; kukirimkan sekerat do'a dan semangkuk puisi paling diksi, agar engkau
mengerti bahwa rinduku takkan pernah habis sekalipun telah berkali-kali ditelan
hujan bulan pasi... []
Al-Ihya ‘Ulumaddin, 04 Juli 2015*
Muhrodin “AM” , Adalah aki-laki penyuka senja dan hujan.
Saat ini masih nyantri di Pon-pes Al-ihya ‘Ulumaddin Kesugihan 1, Cilacap. Bisa
diakrabi melalui: e-mail: Muhrodin.am@gmail.com/ Fb.
Muhammad Amirudin.
0 komentar:
Posting Komentar