Rintik Kenangan
Pagi ini
Gerimis merintik di pelataran
Bunyinya begitu sepi. Menyenandungkan kidung puisi; menyayat
hati...
“Tahukah kamu, Za. Rindu selalu hadir bersama rintik
hujan. Begitupun kenangan.”
Kujamah bayangmu meski bagai angin lalu
Kupeluk dirimu dalam do’a paling syahdu...
“Adakah engkau mengerti... ada hati yang diam-diam
merindukanmu. Diam-diam...”
Karena dalam diam
Aku merayakan kenangan bersama --rintik-- hujan
Merayakan rindu dalam kesakitan
Tentu, ini sakit yang paling nikmat, bukan?
PPAI, April 2016*
Rindu
Seperti hari kemarin
Hari ini, hadirmu masih kurindui
Bersama angin yang menggugurkan daun-daun sepi
Kularungkan do’a-do’a paling puisi
Kuharap kau lekas kembali...
; ...
PPAI, April 2016*
Malam dalam Bait Imrithi
Nadzham itu
Saat malam berkelindan
Gaung, suara paling syahdu didengungkan
Khusyu’; khidmat dalam perenungan
Begitu Merdu...
Mencairkan airata haru
Kalamuhum lafdzun mufidun musnadu # Wal kilmatu
lafzul mufidul mufrodu*
Adakah yang lebih mengharukan daripada malam khataman?
Perlahan, jemaah terdiam; gigil
Kemudian, beku; dalam dingin yang menyihir...
PPAI, April 2016*
*Nazdam Al-Imrithi, bait 20
Mustaq Jiddan*
Aku mafhum!
Tiadamu di sisiku selaksa api membakar sebatang cigaret
Musnah tak bersisa.
Menguap tanpa meninggalkan jejaknya
Dan...
Adamu di sisiku
Laksana embun yang menyejukkan
Bagai Oase di gurun Savana
Gersang, namun, akhirnya mendamaikan!
Itu saja...
Sebab, saat ini yang paling nikmat
Adalah merasakan luka
Tersebab rindu yang tak pernah purna; rindu tak ber-mu-a-ra...
PPAI, April 2016*
*Rindu Berat
Muhrodin “AM”, adalah
laki-laki penyuka senja dan hujan. Lahir di Lampung 23 Februari 1991. Bergiat
di Buletin INSPIRASI sejak tahun 2010.
Saat ini masih tercatat sebagai santri di Pon-pes Al-Ihya
‘Ulumaddin, Kesugihan, Cilacap.
0 komentar:
Posting Komentar