Aku awali surat ini dengan nama sang Raja
yang memberikan kehidupan kepada jiwa dan
pertolongan kepada hati. Ilmu-Nya meliputi
segala sesuatu dan kebijaksanaan-Nya adalah
mutlak: Dia melihat dan mendengar segala
sesuatu - bahkan do'a makhluk-makhluk yang
tak dapat berbicara sekalipun. Dialah yang
membagi dunia ini terang dan gelap: Dialah
yang memberikan kepada seluruh makhluk
sebuah waktu yang telah ditentukan diatas
bumi, dari burung di udara sampai kepada
ikan di kedalaman samudera. Dia telah
menghiasi langit dengan bintang-bintang dan
mengisi bumi dengan umat manusia dari
beragam suku dan warna. Dia telah
memberikan tiap laki-laki dan perempuan
sebuah jiwa, dan Dia telah menyinari setiap
jiwa dengan obor akal pikiran, sehingga
seluruh hamba-Nya dapat meraih keselamatan.
Ini adalah sehelai kertas kesedihan, yang
dikirim oleh sebuah jiwa yang dipenuhi oleh
duka cita kepada jiwa yang lainnya. Ia datang
dariku, seorang tawanan, dan ditujukan
kepadamu, kau yang telah berhasil
menghancurkan belenggumu dan meraih
kemerdekaan. Sudah berapa lamakah, kasihku,
aku mengikatkan tali cintaku padamu? Berapa
banyak hari-hari tanpa makna, berapa banyak
malam yang dipenuhi oleh air mata telah
berlalu sejak saat itu?
"Apa kabarmu, duhai belahan jiwa, dan
bagaimana kau melewati hari-harimu?
Kemanakah ketujuh buah planet, penuntun di
langit, telah membawamu? Aku tahu bahwa
kau masih berdiri menjaga harta persahabatan
kita, dan aku rasakan di dalam hatiku bahwa
cinta memperoleh keagungannya semata-mata
darimu. Aku tahu bahwa darahmulah yang
memerahkan bumi saat matahari terbit dan
saat matahari terbenam, namun kau tinggal
jauh di dalam perut gunung bagaikan intan
yang terperangkap di dalam bebatuan. Dalam
kegelapan yang kelam kau adalah mata air
Khizr, sumber air kehidupan. Kau adalah
ngengat yang mengitari nyala api keabadian;
kau telah mengaduk-aduk samudera eksistensi
dunia, namun kau memunggungi badainya dan
bersembunyi di dalam pusara kesepianmu
sendiri, dengan beberapa hewan sebagai
kawan.. Semua lidah menggunjingkanmu,
melesatkan anak panah celaan ke arah hatimu,
tapi apa artinya itu bagimu? Kau telah
memalingkan penglihatanmu kepada
keabadian; bahkan sekarang, kafilahmu sedang
dalam perjalanan menuju hari akhir.
Aku tahu berapa besar kau telah berkorban;
aku tahu bahwa kaulah yang telah membakar
habis ladang jagungmu sendiri, membakar
hasil panenmu sendiri. Kau persembahkan
hatimu padaku dan menempatkan jiwamu di
tanganku, dan karena itu menjadi sasaran
cercaan dan fitnah. Tapi itu hanyalah sebuah
akibat yang kecil; tidak ada seorang pun dari
kita yang peduli apa yang orang lain pikir atau
katakan. Apa pun yang mereka lemparkan
kepada kita, kita akan menghadapinya
bersama: setidaknya aku dapat bergantung
pada kesetiaanmu, dan kau pada kesetiaanku.
Tapi seandainya saja aku mengetahui apa yang
kau pikirkan, apa yang kau rasakan! Andai saja
aku dapat melihat dirimu dan apa yang sedang
kau kerjakan! Dengan seluruh cinta dan
seluruh hatiku aku bersamamu, tapi
bagaimana dengan engkau? Dengan siapa kau
menghabiskan waktumu? Memang, aku
terpisahkan darimu dalam tubuh, tapi dalam
ruh kita adalah satu.
Aku telah melakukan segalanya untuk ikut
memikul kesedihanmu, segalanya kecuali ini:
aku tidak datang sendiri padamu, karena itu
adalah mustahil. Tapi apa artinya itu? Seperti
kataku, kita terpisah dalam tubuh tapi ruh kita
satu: jiwaku selalu bersamamu sepanjang
waktu. Aku tahu seberapa besar kau menderita
dan betapa hatimu yang lembut tergerogoti
oleh duka, namun hanya ada satu jalan keluar
dari kesengsaraan ini untuk kita berdua:
kesabaran dan ketabahan.
Ya cintaku: kesabaran, ketabahan, dan
harapan. Apalah hidup itu? Ia tidak lain dari
sebuah hikayat dan sebuah tangisan, tempat
persinggahan yang singkat di perkemahan
sementara kehidupan yang berakhir sama
cepatnya dengan saat dimulainya: mereka yang
telah sampai, hampir tidak punya waktu untuk
membongkar kantungnya karena mereka harus
berangkat kembali! Mereka berkata bahwa
mata adalah jendela menuju jiwa, dan itu
benar. Tapi seorang yang bijak tidak akan
membiarkan orang lain melihat kedalam
jendela itu, cintaku! Apakah kau ingin sang
musuh tertawa melihat air mata kita,
mengejek kita dalam kesengsaraan kita? Tidak
akan pernah! Seorang yang bijak harus
menyembunyikan kesedihannya agar orang
lain tidak bergembira diatasnya, seperti ulat
yang bergembira di atas sehelai daun.
Jangan mengingat benih yang telah
ditaburkan: pikirkan hanya apa yang akan
tumbuh dari mereka. Hari ini jalanmu
mungkin terhalang oleh duri dan bebatuan,
tapi esok kau akan memanen buah ara dan
kurma yang melimpah! Dimana ada kuncup
yang tertutup hari ini, esok akan ada
sekuntum mawar. Jangan lupakan itu!
Dan jangan bersedih! Jangan biarkan hatimu
mencucurkan air mata darah, dan jangan
berpikir bahwa kau sendirian dan tidak
memiliki teman di dunia ini. Apakah aku
bukan temanmu? Apakah kenyataan bahwa aku
ada disini untukmu tidak meringankanmu?
Janganlah kau, duhai cintaku, mengeluh bahwa
kau sendirian. Ingatlah Dia yang
menciptakanmu; ingatlah bahwa Tuhan adalah
teman bagi mereka yang tidak memiliki
teman.
0 komentar:
Posting Komentar